Minggu , 14 Februari 2016

Irvino Edwardly: My Pride and Joy


Hidup Irvino Edwardly berubah setelah tragedi 11 September, ketika twin tower WTC di Amerika Serikat runtuh ditabrak pesawat. Dia memang bukan salah satu korban yang berada di dalam gedung tersebut. Hanya saja semenjak tragedi itu, pria yang sedang bekerja di negeri Paman Sam tersebut dikucilkan. Mengapa?

Saya ini muslim, setelah tragedi 11 September itu, di Amerika sedang tinggi-tingginya sentimen terhadap muslim. Saya merasakan sentimen itu di tempat kerja, setelah berkonsultasi dengan beberapa teman, akhirnya saya memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan dan kembali ke Indonesia, papar pria lulusan jurusan administrasi bisnis di University of Georgia tersebut.

Karirnya di Harley-Davidson Indonesia pun dimulai. Ini sekaligus menandai kencan perdananya dengan sebuah motor besar. Sedari kecil, Irvino memang sudah mengagumi kegagahan Harley-Davidson, tapi belum pernah memilikinya. Harley pertama, Alhamdulillah ketika saya pertama kali bekerja di Mabua (Harley-Davidson Indonesia). Modelnya Road King Police, tapi itu punya kantor, motor dinas, jadi belum ada rasa memiliki, ujarnya.

Setelah lima tahun menunggangi Road King Police, akhirnya dia memutuskan untuk memiliki Harley-Davidson sendiri. Pilihannya jatuh pada model Ultra Classic. Sebuah motor yang kekhususannya adalah untuk touring, bisa membawa penumpang dengan nyaman di belakang. Bisa dibilang inilah my pride and joy, kata Irvino.

Dengan motor tersebut, dia berkendara kemana saja, di mana saja. Ke markas besar Harley-Davidson di Milwaukee pun pernah. Meski memang kebanyakan perjalanan itu dilakukan dalam urusan pekerjaan, menemani para customer asal Indonesia. Sesungguhnya pria berusia 38 tahun tersebut memang tidak punya waktu. Hampir kebanyakan kesibukannya adalah untuk bekerja.

Ini bukan masuk kepada industri otomotif biasa yang whenever we deliver the bike or car, relationship ends. Kalau di Harley, begitu kita delivery produk, relationship justru baru dimulai, dan komitmen tertinggi yang harus kita punyai adalah waktu, terutama untuk melayani customer, ungkap Director of Sales and Marketing PT Mabua Harley-Davidson tersebut.

Terlebih lagi, Harley-Davidson punya ciri khas dalam hal komunitas. Mau tidak mau customer harus benar-benar dirangkul oleh mereka. Customer yang membeli motor ini jiwanya memang sudah Harley, sudah keturunan Harley. Tapi ada juga yang benar-benar baru mengenal Harley. Kita mau semua itu merasa nyaman, dan itu tugas kita di tim Mabua, paparnya.

Salah satu yang diwujudkan oleh Irvino dan timnya untuk customer, yaitu selalu mengadakan kegiatan riding komunitas rutin. Mulai dari riding hanya keliling kota, sampai dengan riding jarak jauh yang melintasi pulau. Ini semakin menarik karena Harley-Davidson Indonesia membuat tema-tema berbeda di setiap kegiatannya. Ada yang dilakukan untuk charity, seperti donor darah. Ada juga yang dilakukan khusus merangkul pengguna Harley dari profesi tertentu seperti pilot, dokter, dan lain-lain. Sengaja kita buat menarik, agar tidak membosankan, ujar ayah satu anak tersebut.

Hanya saja dari semua kegiatan tersebut, ada sebuah kegiatan besar yang sukses dilakukan oleh Harley-Davidson Indonesia tahun ini yaitu mengajak para komunitas untuk bersama-sama riding ke Bali. Di Pulau Dewata tersebut ada hajatan besar Harley-Davidson Asia Pacific, yang dihadiri sekitar 2.000 pengguna Harley dari berbagai negara.

Untuk wilayah Asia Pasifik, ini adalah event pertama yang diadakan sebesar ini, dan Indonesia bisa mendapat kehormatan sebagai tempat untuk menyelenggarakannya. Meski acaranya di Indonesia, tapi tuan rumahnya adalah Harley-Davidson Asia Pacific, kita Harley-Davidson Indonesia merupakan supporting crew, ujar Irvino.