Jumat , 13 Agustus 2010

Niniek Purnomo: Menjalin Dedikasi


Di ruang kerja dr. Purnomo, direktur Bluebird dua puluh tahun silam, hampir setiap hari ada seorang asisten cilik yang bekerja di atas pukul 11 siang. Sang asisten, masih dengan baju seragam sekolah dasar, dengan setia duduk di ruang itu, tekun mengamati dr. Purnomo bekerja sambil menjawab semua telepon yang masuk. Sesekali ia mencatat sebuah alamat, lalu beringsut ke ruangan lain untuk mengangsurkan catatannya pada operator yang akan mengirimkan pesan itu pada pengemudi taksi. Ya, zaman dulu sistem pemesanan taksi memang masih manual. Belum ada radio panggil, apalagi GPS seperti sekarang, kata Niniek Purnomo, sang asisten cilik yang kini menjadi Vice President Regulatory Affair di Bluebird. 

MENERIMA PESANAN

Kala itu, Niniek yang bersekolah di SD Kepodang di jalan Sunda Kelapa memang selalu mampir ke kantor sang ayah setiap pulang sekolah. Saya harus menunggu kakak saya yang jam pulang sekolahnya lebih lama. Karena jarak sekolah dan rumah kami di Buncit cukup jauh, jadi saya harus menunggu di kantor Papa yang dulu terletak di jalan Cokroaminoto Menteng, kenangnya. Suasana kantor dengan segala kesibukan yang terus ia akrabi setiap hari, membuat Niniek yang kala itu masih duduk di kelas empat menjadi amat terbiasa dengan pekerjaan yang dilakukan ayahnya. Saya dan Mbak Nonik, kadang-kadang membantu Papa menggulung uang yang akan diberikan pada para pengemudi sebagai komisi mereka, kisahnya sambil tertawa. Niniek juga kerap diajak ayahnya mampir ke tempat karoseri bis milik keluarga di daerah Citeureup tiap kali mereka sekeluarga menuju Puncak untuk menghabiskan akhir pekan. Tak perlu imbauan apalagi paksaan untuk membuat Niniek mempelajari dengan baik hal-hal itu. Keinginan itu muncul begitu saja, karena saya berpikir, asyik sekali kerja seperti Papa, katanya. 

Semua kegiatan dengan intens ia jalani dan alami, tanpa sadar memberinya pelajaran penting tentang dedikasi dan menumbuhkan etos kerja yang demikian baik.

Niniek merekam dan mengamati bagaimana budaya kerja di perusahaan transportasi terbesar di Indonesia itu ditanam dan dipupuk dengan sabar hingga berbuah etos kerja yang layak diacungi jempol. Saya melihat bagaimana semua orang dalam perusahaan, mulai dari Papa hingga para karyawan bekerja dengan dedikasi sangat tinggi. Kejujuran, disiplin tinggi, dan kerja keras seakan jadi nafas mereka semua, katanya. Ia melihat sendiri, bagaimana segala masalah ditangani dengan kesadaran bahwa masalah itu adalah bagian dari semua orang di perusahaan. Rasa kekeluargaan yang tinggi membuat sebuah masalah lantas jadi urusan yang harus diatasi bersama, ungkap Niniek. 

MEMBANTU LEBIH BANYAK

Kendati tertarik pada proses kerja di Bluebird, Niniek sejatinya tak ingin terlibat dalam bisnis keluarga. Saya inginnya jadi dokter yang mengabdi pada kemanusiaan, katanya. Kalau akhirnya ia ikut serta dalam bisnis yang dirintis oleh Oma dan orang tuanya, itu karena Niniek lantas melihat fakta bahwa ia pun bisa membantu banyak orang dengan menjadi dokter perusahaan. Malah lebih banyak yang bisa saya bantu ketimbang saya membuka praktek sendiri. Di sini, sekali memberi penyuluhan, bisa ratusan orang yang saya beri pengetahuan. Kalau praktek, paling hanya lima sampai sepuluh orang saja, dokter jebolan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini menjelaskan. 

Niniek memang sangat peduli pada kualitas kesehatan dan kesejahteraan karyawan, terutama para pengemudi yang selalu ia sebut sebagai ujung tombak perusahaan. Dalam hal ini, ia memegang teguh prinsip lebih baik mencegah daripada mengobati. Maka ketika terjun langsung, ia benar-benar fokus pada perbaikan sistem perawatan kesehatan. Pemeriksaan lengkap harus dilalui oleh para pengemudi sebelum mereka masuk. Kalau dari pemeriksaan tersebut terdeteksi masalah dengan kesehatan mereka, kami akan melakukan pemantauan yang intensif. Mereka kami jaga kesehatannya, kata Niniek. Tak hanya kesehatan, kesejahteraan juga menjadi poin penting yang menjadi perhatiannya. Kalau kesejahteraan terjamin, semua orang pasti akan bekerja dengan nyaman dan berdedikasi penuh, katanya berteori. Pendidikan dan hunian menjadi perhatian pentingnya. Kami memberi beasiswa bagi anak-anak pengemudi. Mereka harus terus sekolah. Syarat untuk mendapat beasiswa pun kami buat mudah yakni IPK minimal 2, katanya. 

Perkembangan pesat perusahaan keluarganya, diakui Niniek, membuat permasalahan yang terjadi semakin kompleks. Dari yang hanya berjumlah puluhan, kini karyawan sudah ribuan. Tentu ada perubahan yang terjadi, ungkapnya. Tapi itu tak lantas menjadikan nilai-nilai dasar seperti keguyuban menghilang. Rasa kekeluargaan masih tetap dijaga lewat pertemuan rutin yang diadakan secara berkala baik di pool masing-masing mau pun di pusat pada hari-hari Ramadhan, ungkapnya.