Senin , 13 September 2010

Irmawan Poedjoadi: Tak Mudah Namun Tak Sulit


Ferrari dan Maserati memang bukan nama asing lagi di telinga pecinta otomotif di seluruh dunia. Image sebagai kendaraan sport mewah dan berharga selangit sudah melekat di benak setiap orang. Popularitas dan citra ini pula yang membuat PT Surya Sejahtera Otomotif dengan langkah pasti meniagakan brand yang tentu saja tidak untuk semua orang.

Nah, dibalik suksesnya penjualan sportscar kelas atas di Indonesia ini. Nama Irmawan Poedjoadi memang tak bisa dipungkiri andil besarnya. Ferrari dan Maserati itu niche market, gaung brand ini lebih besar daripada promosinya. Dan kenyataannya Ferrari memiliki regulasi bahwa mereka tak boleh beriklan dimanapun. Nama besarnya sudah cukup menjadikannya sangat populer, tukas pria kelahiran Surabaya tahun 1957 ini.

Tipikal konsumen Ferrari dan Maserati memang sangat unik, Mereka (customer) terkadang jauh lebih tahu dari kami, segala info yang belum kami rilis secara official, mereka sudah tahu lebih dulu. Tentu saja kami belum bisa memberi info apapun selama principal belum memberi lampu hijau, tukas mantan pereli ini.

Personal touch & customer intimacy 

Lalu bagaimana strategi pendekatan kepada pelanggan? Mereka sudah tahu brand kami, jadi dalam kaitannya dengan pejualan, kami melakukan pendekatan dan interaksi secara personal. Showroom kami jarang didatangi konsumen, mereka lebih banyak berhubungan via telepon, sebab mereka sudah mengerti betul produk ini, tutur lulusan bisnis, Michigan State University, AS ini.

Banyak yang mengatakan bahwa menjajakan Ferrari dan Maserati akan lebih sulit karena banderolnya yang selangit, namun pernyataan itu ditepis oleh pria yang akrab disapa Wawan ini, Memang tak semudah itu menjual Ferrari, tapi juga tak sesulit yang dibayangkan. Mereka membeli mobil ini dengan passion dan bukan functionality serta practicality. Bila sudah menyangkut emosi dan hobi, apa saja bisa dijalani, bebernya.

Bisa dikatakan, bahwa pendekatan terhadap konsumen dan calon konsumen Ferrari dan Maserati harus melalui personal touch serta menciptakan customer intimacy. Beruntung Wawan memiliki bekal pengetahuan otomotif yang sangat luas. Passion otomotifnya terbentuk sejak kecil, cita-cita anak kecil laki-laki umumnya ingin menjadi pembalap, suka mobil kencang dan tak jauh-jauh dari mobil. Wawan kecil memang rajin mengumpulkan diecast Matchbox dan malah hingga saat ini koleksi itu masih tersimpan baik dalam bungkus yang sudah berumur puluhan tahun. 

Menekuni dunia balap dan reli

Di usia remaja ia mulai suka kebut-kebutan dengan sepeda motor, kare-na orang tuanya khawatir, maka ia dibelikan FIAT 850 dan Mini Cooper yang dipakainya hanya sebentar dan kemudian ia memakai Mazda 808.   Mazda berwarna putih ini saya cat hitam John Player Special (JPS), keren! bangganya. Lewat didikan Dadang Ta-ruma dan Richard Wuisan, akhirnya dunia balap dan reli mulai ia tekuni. Jaman saya kuliah, saya malah jarang ke kampus UI Rawamangun, lebih se-ring balap ke Ancol, kenangnya. Ia ju-ga punya pengalaman terperosok jurang sedalam 20 meter saat Reli di Pangalengan Bandung dengan Maz-da 323. Karena makin banyak celakanya, Orang tua saya akhirnya menyekolahkan saya ke Amerika. Kebetulan di Detroit yang lagi-lagi iklim otomotifnya sangat kental lantaran banyak pabrik mobil di sana tuturnya.

Pulang ke tanah air ia sempat balap lagi, hingga akhirnya ia memutuskan untuk menjadi manajer reli yang kemudian ia menjalani keagenan Su-baru di akhir tahun 90-an hingga awal 2000-an dan akhirnya ia berlabuh di Ferrari dan Maserati hingga saat ini.