Rabu , 13 Oktober 2010

Nia Dinata: Kebebasan Berekspresi


 Berangkat dari menggarap video klip dan film iklan, Nia Dinata mendirikan perusahaan film independen Kalyana Shira Films pada tahun 2000. Film pertama yang disutradarainya sendiri, Ca Bau Kan yang diangkat dari novel karya Remy Sylado berjudul sama, sukses mengantarnya meraih penghargaan sebagai Best Promising New Director di Festival Film Asia Pasifik 2002. Film keluaran Kalyana selanjutnya seperti Arisan!, Janji Joni, dan Berbagi Suami juga melejit di pasaran dan berbagai ajang festival film, baik di dalam maupun di luar negeri. Nama Nia pun kian dikenal sebagai seorang produser dan sutradara bertangan dingin.

Kecintaan pemilik nama lengkap Nurkurniati Aisyah Dewi ini pada dunia film sudah dimulai sejak usia dini. Dari kecil saya suka sekali nonton film. Tapi mungkin dulu belum ngerti ada proses pembuatan di baliknya, kenangnya. Kegemaran membaca dan kesempatan berkuliah di Amerika semakin melapangkan wawasan Nia tentang dunia perfilman. Waku itu saya banyak sekali nonton film dari berbagai negara. Baru sadar, ternyata bukan orang Amerika saja yang bisa bikin film. Orang Asia dan Eropa juga banyak membuat film bagus dengan berbagai tema. Melalui film, bisa kelihatan bahwa masing-masing budaya itu punya cara bercerita yang unik, papar perempuan kelahiran Jakarta, 4 Maret 1970 ini.

Menampilkan orang-orang yang beda

Hobi yang terus diselami membuat Nia menetapkan hati untuk berkiprah di dunia film. Meski pada awalnya sempat berkuliah di jurusan Komunikasi Massa di College Elizabethtown, Pennsylvania, Nia kemudian banting setir mempelajari seluk beluk pembuatan film di Sekolah Film Program NYU Tisch School of Art. Ujung-ujungnya bisa ditebak. Sepulangnya ke Indonesia, istri dari pria keturunan Yunani bernama Constantin Papadimitriou ini langsung terjun total ke dunia perfilman yang memang sudah menjadi kecintaannya sejak lama.

Perhatian Nia pada isu-isu sosial, terutama yang terkait dengan perempuan, memang kerap tercermin pada film-film yang dibuatnya. Selain film dokumenter, film Nia lainnya seperti Arisan! dan Berbagi Suami juga mengungkap fenomena sosial yang terjadi di masyarakat. Menanggapi hal ini, Nia mengaku ingin menampilkan realita yang ada dalam kesehariannya sekaligus mengkritiknya lewat film. Saya ini amat menghargai kebebasan dan perbedaan. Itu sebabnya, dalam film saya selalu ada orang-orang yang beda. Entah beda orientasi seksual, beda pilihan hidup, termasuk juga keberagaman etnik yang ada di Indonesia, ungkap perempuan yang punya cita-cita membangun sebuah film center di Indonesia ini. 

Berpacu dengan waktu

Jadwal syuting yang susul-menyusul, meeting dengan banyak pihak, proses editing karya yang sudah setengah jadi, memberi kuliah, hingga menjawab undangan untuk menjadi pembicara dalam seminar tentang film, membuat Nia mesti mampu membagi waktu sehari-hari dengan seimbang. Itu masih belum ditambah dengan kesibukannya sebagai seorang ibu dari dua anak laki-laki yang menginjak remaja. Untuk menyiasati terhambatnya perjalanan dari satu titik kegiatan ke titik lainnya, Nia memilih menggunakan jasa supir untuk mengemudikan Nissan Serena yang ditumpanginya. Saya bisa nyetir sih, tapi sejak menikah sudah tidak pernah bawa mobil sendiri. Bukan apa-apa, saya benar-benar nggak tahan macetnya Jakarta. Cari parkir susah, banyak yang nyerobot jalan, dan sebagainya. Jadi, lebih baik saya percayakan mobil sekaligus perawatannya kepada supir yang sudah 13 tahun bekerja pada kami, pungkasnya. Itu sebabnya ia mempercayakan pilihan pelumas pada sang supir yang kerap memilihkan TOP 1 untuk mobilnya.